SURABAYA – Sejak disahkannya Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957, laut negara Indonesia meluas dari yang sebelumnya hanya 2.027.087 km2 menjadi 5.193.250 km2. Dengan demikian, laut Natuna Utara yang berada di ujung selatan laut China Selatan merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Republik Indonesia.
Klaim sepihak yang dilakukan oleh negara China terhadap laut Natuna Utara menimbulkan perdebatan antara kedua negara. Negara China mengklaim laut Natuna Utara merupakan bagian dari negaranya berdasarkan Nine Dash Line atau Sembilan Garis Putus. Klaim ini berdampak pada hilangnya perairan Indonesia sebesar 30 persen dari luas laut Indonesia di Natuna.
Baca juga:
Peringati HANI, FH Unija Gelar Seminar
|
Hal inilah yang menjadi dasar dari abstrak ilmiah yang disusun oleh Raymond Jonathan, Alex Wijaya, dan Christou Imanuel pada konferensi internasional The 2nd Asian Legal History Conference yang diselenggarakan 23 – 24 Juli 2022 oleh Faculty of Law, Thammasat University. Raymond Jonathan dan Alex Wijaya merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga angkatan 2019, sedangkan Christou Imanuel adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Selain menyusun abstrak, para peserta konferensi juga diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil penelitian mereka di forum internasional, Rabu (27/7/2022), Raymond mengatakan bahwa latar belakang mereka memilih topik mengenai Nine Dash Line didasari atas kebutuhan untuk melihat mengapa klaim dari suatu negara dapat menjadi norma hukum internasional.
“Kami memilih latar topik ini karena tujuan penelitian ini didasari atas kebutuhan untuk melihat mengapa Deklarasi Djuanda yang merupakan klaim dari suatu negara yaitu negara Indonesia bisa menjadi norma hukum internasional. Tujuan penelitian kami ingin memberikan perspektif agar Nine Dash Line juga bisa dijadikan suatu norma hukum internasional, ” ujar Raymond.
Raymond juga menuturkan mereka memutuskan untuk membandingkan antara Deklarasi Djuanda dengan Nine Dash Line karena keduanya merupakan klaim dari masing-masing negara yang diupayakan untuk menjadi norma hukum internasional. Dalam Deklarasi Djuanda, sambung Raymond, Indonesia mengajukan konsep negara kepulauan (archipelagic state), sehingga hal tersebut kemudian diatur dalam hukum internasional yaitu United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS).
“Berangkat dari hal tersebut, kami mencoba untuk membandingkan Deklarasi Djuanda dengan Nine Dash Line untuk melihat apakah negara China juga dapat mengajukan klaim yang awalnya sepihak dari negaranya untuk diakui dalam norma hukum internasional seperti Deklarasi Djuanda, ” jelas Raymond.
Hasil dari penelitian mereka menyimpulkan bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara klaim Deklarasi Djuanda dan klaim Nine Dash Line. Menurut Raymond dan tim, pengajuan konsep negara kepulauan yang dilakukan oleh Indonesia merupakan salah satu cara terbaik untuk mengupayakan klaim sepihak menjadi suatu norma hukum internasional. Raymond dan timnya berharap agar penelitian mereka tidak berhenti hingga di sini saja dan bisa menjadi jalan untuk membuka penelitian-penelitian baru selanjutnya.
“Harapan kedepannya semoga penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya tentang klaim Nine Dash Line, ” pungkas Raymond. (*)
Penulis: Dewi Yugi Arti
Editor: Nuri Hermawan